Melihat kampanye Pilpres 2019 yang ramai adu bacot ketimbang adu program, rasanya perlu berterimakasih kepada Pak Beye. Darinya kita tahu bahwa bacot itu penting walau sebatas mengucap “saya prihatin.” Bacot itu bisa menenangkan emosi massa ketika BBM melambung tinggi dan susu tak terbeli. Pun membuat lupa skandal-skandal korupsi.
Umpamanya dulu Pak Beye enggak suka bertele-tele dengan bacotnya yang terstruktur dan ayem di telinga itu, tentu Jokowi yang doyan blusukan enggak bakal jadi presiden. Tentu Risma, Ahok, Ridwan Kamil, yang doyan ngider ke sana ke mari menemui masyarakat enggak bakal disorot media. Semua akan fokus ke Pak Beye dan kebijakan-kebijakannya.
Namun, sudah galibnya nalar masyarakat itu lebih pendek dari petingkah pemimpinnya. Dulu, kita beramai-ramai menyinyir bacot-bacot Pak Beye. Menyebutnya sebagai presiden elitis dan sepuluh tahun kepemimpinannya seolah ruang kosong. Serapah yang agaknya mesti kita insyafi berjamaah saat ini.
Kini, kita tahu betapa pentingnya bacot politik. Politik genderuwo, politikus sontoloyo, tempe setipis kartu ATM, dan tampang Boyolali adalah produk bacot yang sukses menjaga pengucapnya stabil dalam pemberitaan dan pergunjingan media sosial. Bahkan, jadi ladang rezeki lembaga survei buat bikin survei efek dari bacotan-bacotan itu.
Sayangnya, Pak Beye sekarang sudah mulai madep ing pandito setelah lengser ing prabon. Bacotnya mulai jarang. Lebih suka menulis saja di akun twitternya. Mirip para bekas raja yang sudah memutuskan menjadi resih dan menulis falsafah hidup sebagai bekal generasi setelahnya.
Wajar jika Gerindra, PKS dan PAN merasa perlu buat menagih janji Pak Beye buat urun bacot mengampanyekan Prabowo-Sandiaga sebagai satu klub koalisi. Tuntutan yang dijawab bapaknya AHY itu dengan menyuruh balik partai-partai itu intropeksi diri.
“Saat ini rakyat ingin dengar dari Capres apa solusi, kebijakan & program yang akan dijalankan untuk Indonesia 5 tahun ke depan. Kalau “jabaran visi-misi” itu tak muncul, bukan hanya rakyat yang bingung, para pendukung pun juga demikian. Sebaiknya semua introspeksi,” kata Pak Beye lewat akun twitternya.
Kalimat yang sungguh dalam dan bernas. Bak oase di tengah gurun adu kebencian cebong dan kampret. Kalau itu diucapkan di mimbar khotbah atau panggung kampanye, hakul yakin bakal bikin pendengarnya menangis terharu.
Ahmad Muzani, Sekjend Gerindra, yang paling awal menagih janji Pak Beye, saya yakin diam-diam ingin pindah partai ke Demokrat setelah baca kalimat itu. Cuma, ya, enggak mungkin ada dua sekjen dalam satu partai. Nanti malah bisa makin gurem kayak PPP yang pengurusnya serba rangkap. Lagi pula, Hinca Panjaitan terus ngapain?
Untungnya, Pak Beye masih punya anak buah macam Rachland Nashidik yang pandai menebar kabar baik bagi koalisi Prabowo-Sandiaga. Kemarin, di Yogyakarta, dia bilang Pak Beye bakal turun kampanye dan urun bacot buat pasangan nomor urut 02 itu pada Maret tahun depan. Sebulan sebelum pemilihan.
“Menurut saya itu adalah strategi yang luar bisa. SBY ini kan ahli sekali strategi, jadi dia tahu kapan momentumnya,” kata Sandiaga merespons kabar dari Rachland, beberapa waktu lalu Wonosobo, seperti dilansir Detik.
Jadi, sambil menunggu Maret, sebaiknya kita persiapkan camilan, polo pendem dan stok kopi yang cukup untuk menonton aksi Pak Beye. Saya yakin, seperti yang dikatakan Sandiaga, pasti penampilan Pak Beye luar biasa!!!