Pelesiran Keluar Kota Mekah Sebelum Tawaf Wada’, Bolehkah?

Pelesiran Keluar Kota Mekah Sebelum Tawaf Wada’, Bolehkah?

Sekalipun di kalangan mazhab Syafiiyah terdapat perbedaan seputar kedudukan haji wada antara menjadi bagian manasik haji dan bukan, mereka “membolehkan” seseorang meninggalkan Tanah Suci baik untuk bekerja ataupun citytour sebelum mengerjakan tawaf wada dengan beberapa catatan

Pelesiran Keluar Kota Mekah Sebelum Tawaf Wada’, Bolehkah?

Dari 220 ribu jamaah haji Indonesia mayoritas mengerjakan haji tamattu’. Nah, biasanya dalam membayar dam (denda) haji tamattu’ yang dikoordinir para muthawwif (orang yang melakukan tawaf) diselipkan fasilitas pelesiran (citytour). Dengan membayar dam 650-850 Real Saudi, jamaah haji dapat kesempatan pelesiran gratis ke luar batas kota Mekah dan tanah Haram. Misalnya ke lokasi peternakan unta di luar batas miqat Hudaibiyah sampai ke Laut Merah di Jeddah atau Thaif.

Pertanyaannya, bagaimana hukum citytour ke luar batas tanah Haram tersebut? Padahal jamaah haji belum mengerjakan tawaf Wada’ sebagai ritual pamungkas manasik haji. Sesuai hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seseorang bepergian (meninggalkan tanah haram) hingga akhir waktunya (mengerjakan tawaf wada’) di Baitullah.” (HR. Muslim)

Dalam pandangan sebagian ulama Syafiiyyah (imam Haramain dan al-Gazali) sesuai hadis tersebut menjadikan tawaf Wada sebagai bagian manasik Haji. Sedangkan imam Nawawi dan imam Rafii berpendapat tawaf wada bukan menjadi bagian manasik haji melainkan ibadah yang berdiri sendiri (ibadah mustaqilah) sebab tiap orang sekalipun tidak sedang mengerjakan haji ketika hendak meninggalkan Mekah juga dituntut melakukan tawaf wada.

Sekalipun di kalangan mazhab Syafiiyah terdapat perbedaan seputar kedudukan haji wada antara menjadi bagian manasik haji dan bukan, mereka “membolehkan” seseorang meninggalkan Tanah Suci baik untuk bekerja ataupun citytour sebelum mengerjakan tawaf wada dengan beberapa catatan:

Pertama, jika jarak citytour keluar tanah suci kurang dari jarak diperbolehkan melakukan salat qashar atau masafatul qashri (lebih 80 km) maka orang yang meninggalkan kota Mekah wajib kembali ke kota suci untuk mengerjakan tawaf wada.

Kedua, jika jarak citytour melampaui jarak masafatul qashri maka ia tidak wajib kembali ke tanah suci hanya saja ia harus membayar dam. Akan tetapi jika ia akhirnya kembali ke Mekah maka ada dua pendapat. (1) kewajiban membayar dam tetap harus dibayarkan, sebagaimana diikuti ulama asal negeri Khurasan; dan (1) kembalinya ke Mekah menyebabkan gugur kewajiban membayar dam (Lihat dalam, Annawawi, al-Majmu’, juz VIII hal. 255).

Berdasarkan catatan di atas jamaah haji yang ikut citytour keluar kota Mekkah sebelum tawaf wada tidak ada masalah. Sebab tempat tujuan pelesiran terbilang dekat. Thaif, misalnya, yang dianggap paling jauh dibandingkan laut Merah di Jeddah, menurut Ibnu al-Qudamah dalam kitab “al-Mughni” termasuk daerah yang dekat Haram dan belum termasuk jarak masafatul qashri.

Sekembalinya jamaah haji dari perjalanan citytour boleh langsung ke maktab masing-masing. Lebih baik lagi jika jamaah haji dalam perjalanan kembali ke tanah suci mengambil miqat untuk menjalankan umrah sunah. Hal ini dikarenakan tidak semua jamaah haji yang telah melakukan citytour langsung tawaf wada sebab masa tinggal di Mekah masih menyisakan banyak waktu dan hari. Wallahu a’lam