Pada tahun 1288 H/1871 Masehi, ulama Aceh, Syekh Ibrahim ibn Husein Buengcala mewartakan sebuah ramalan :
“Maka insya Allah ta’ala pada tahun Hijriah 1365 (1945 Masehi) lahir satu kerajaan yang adil-bijaksana dinamakan kerajaan al-jumhuriyah al-Indonesiyah yang sah.. ”
Ramalan dari Syekh Ibrahim ibn Husein di atas diucap 57 tahun sebelum Sumpah Pemuda, 74 tahun sebelum Indonesia merdeka. Artinya, jauh hari, sang ulama kasyaf ini telah mewartakan bahwa pada tahun 1945 akan tegak negara al-jumhuriyah al-Indonesiyah. Al-Jumhuriyah kalau dipadankan dengan bahasa kekinian sinonim dengan “Republik”. Dan, dalam ramalan itu, Syekh Ibrahim ibn Husein mengabarkan bahwa Republik Indonesia akan mencapai titik menjadi kerajaan yang adil-bijaksana.
Lebih lanjut, Syekh Ibrahim ibn Husein juga menjelaskan bahwa Republik Indonesia adalah pemeriksaan yang sah.
Sejarah pun membuktikan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945, al-jumhuriyah al-Indonesiyah itu memproklamirkan kemerdekaan. Soekarno dan Hatta, atas nama Bangsa Indonesia menjadi penanda teks kemerdekaan itu.
Mari kita simak lebih lanjut. Lima tahun sebelum ramalan kemerdekaan oleh Syekh Ibrahim ibn Husein itu, tepatnya pada tanggal 14 Juli 1866 (12 Rabiul Awal 1283 H), empat ulama Aceh berkumpul, yakni : Syekh Sayyid Abu Bakar Al-Aydrus Tengku di Bukit, Syekh Abbas bin Muhammad Kutakarang, Syekh Muhammad Marhaban Taballah Lambhuek, dan Syekh Muhammad Amir Turki Kurdiq.
Keempat ulama Aceh mengeluarkan semacam manifesto politik tentang al-jumhuriyah al-Indonesiyah. Dalam manifesto itu juga disebut tentang lima landasan bernegara. Ada satu paragraf menarik yang layak saya kutip :
“Pegang olehmu agama Islam yang suci lagi benar, selamat dunia-akhirat, dan taat setialah pada janin syarak (konstitusi-pen) kerajaan al-jumhuriyah al-Indonesiyah dan jangan sekali-kali bughat, yakni durhaka melawan kerajaan al-jumhuriyah al-Indonesiyah yang sah, dan jangan sekali-kali dalam kerajaan mendirikan lagi kerajaan, dalam negeri mendirikan lagi negeri”
Keempat ulama ini juga mewartakan akan berdirinya sebuah kerajaan al-jumhuriyah al-Indonesiyah, Republik Indonesia. Dan, mereka, empat ulama itu, memberi semacam “wanti-wanti” kepada umat Islam untuk setia dan tunduk pada konstitusi Kerajaan al-jumhuriyah al-Indonesiyah, tidak melakukan bughat atau pemberontakan maupun mendirikan negara dalam negara.
Dari Aceh, berpuluh tahun sebelum kemerdekaan, para ulama telah meramal dan sekaligus melakukan ijtihad politik kebangsaan. Al-Jumhuriyah al-Indonesiyah, termasuk Pancasila di dalamnya, adalah konsekuensi logis berbangsa dan bernegara.
Tujuan akhirnya adalah mewujudkan al-jumhuriyah al-Indonesiyah yang adil dan bijaksana, adil sekaligus mengayomi.
Ulama-ulama Aceh telah memberi ramalan dan panduan tentang al-jumhuriyah al-Indonesiyah, tugas kita mewujudkan ramalan itu. Al-Jumhuriyah al-Indonesiyah yang mengayomi semua agama, etnis, dan keyakinan.