Dari segala macam kata kafir dan isytiyaq-nya, Al-Quran menyebutkannya sebanyak 525 kali. Namun ada beberapa karakter dimana seseorang dapat disebut kafir; mengingkari berkah Gusti Allah dan tidak berterima kasih kepada-Nya (QS. 30: 34), lari dari tanggung jawab (QS. 14: 22), membangkan hukum-hukum Gusti Allah (QS. 5: 44), meninggalkan amal soleh yang diperintahkan Gusti Allah (QS. 30: 44).
Diterjemahkan secara bebas sebagai sifat tidak percaya kepada Gusti Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad. Secara bahasa berarti menutupi sesuatu, menyembunyikan kebaikan yang telah diterima, atau tidak berterima kasih. Gusti Allah mengabadikan sifat ini dengan memberikannya nama pada 6 ayat dalam satu surat penuh: Al-Kafirun, bentuk jamak (plural) dari kafir.
TAFSIR
Banyak yang tidak tahu bahwa Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir Al-Thabary, selain mufasir, adalah seorang sejarawan. Memiliki metodologi fiqh sendiri, meskipun berguru kepada Rabi’ ibn Sulaiman Al-Muzani di Mesir dan belajar Madzhab Imam Syafi’I darinya. Perjalannya ke Baghdad tidak membuahkan hasil, karena niatnya mengaji pada Imam Ahmad ibn Hanbal pupus dengan meninggalnya sang Imam. Lantas beliau melanjutkan perjalanannya belajar Ilmu Quran dari Baghdad hingga ke Syria.
Disiplin ilmu tafsir Al-Thabary tidak hanya menggunakan satu riwayat. Beberapa kali Al-Thabary menggunakan periwayatan dari orang Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam dan menyimpulkannya, di samping membandingkan beberapa hadits dan atsar. Oleh karenya bentuk penafsirannya disebut bi al-ma’tsur.
Tentang terma kafir, ada baiknya jika melihat penafsiran Al-Thabary dalam QS. Al-Kafirun.
Ayat pertama surat tersebut berisi perintah Gusti Allah kepada Kanjeng Nabi untuk menyampaikan hal-hal tertentu kepada orang yang disebut Al-Kafirun. Siapa Al-Kafirun? Secara konteks diturunkannya ayat, khitab surat tersebut teruntuk tokoh-tokoh Quraisy yang mengingkari keesaan Gusti Allah dan kerasulan Kanjeng Nabi Muhammad, namun sejatinya pesan Kanjeng Nabi ini berlaku sekali kepada seluruh Al-Kafirun yang berada di muka bumi.
Tentang definisi Al-Kafirun, ada baiknya melihat perspektif Syaikh Mahmud Syaltut. Menurut Syaltut, ada 2 (dua) macam ajaran dalam Islam: Nadzari dan ‘Amali. Ajaran Nadzari berkaitan dengan dengan benak dan jiwa sehingga harus dipahami sekaligus diyakini. Ajaran ini bersifat ke dalam, bukan ke luar. Kalimat Al-Kafirun adalah teori (Nadzari) yang dapat diinterpretasikan sebagai ajaran akidah, sehingga harus menjadi jelas dan nyata untuk dipahami dan kemudian diyakini. Karenanya Gusti Allah sangat tepat jika ditegaskan dengan kata Qul. Bagaimanapun, sifat dari itu adalah ke dalam, bukan ke luar. Berbeda dengan hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman dalam dunia nyata, karenanya cenderung bersifat ke luar. Inilah yang dinamakan Syariah, atau yang dalam teori Syaltut termasuk kategori ‘Amali.
Nafy Al-Fi’li, pesan yang disampaikan kepada orang yang disebut Al-Kafirun tersebut, adalah perinci pesan yang ada kaitannya dengan Al-Kafirun yang disebut dalam ayat pertama; dimana umat muslim secara tegas tidak diperbolehkan menyembah ma’bud (sesembahan) yang sama dengan sesembahan Al-Kafirun, dan tidak akan melakukan peribadatan yang sama seperti peribadatan mereka.
JOIN TUHAN
Cerita ini penulis dapat dari Yahya Cholil Staquf, yang mendapat kisah dari Abdul Munjid, seorang pengembara yang menyelesaikan disertasinya di UGM, dan dari Ahmad Taufiq, Musyrif Al-Jamaah di Masjid Al-Falah Philadelphia. Keduanya adalah perantauan dari Indonesia yang ngangsu kaweruh di Temple University di Philaderphia, jurusan Religious Studies.
Di 17th Street Philadelphia, ada sebuah gereja Katholik bernama Saint Thomas Aquinas. Diambil dari nama filosof paling kesohor di abad pertengahan, berasal dari Italia yang memiliki buku berjudul Summa Theologiae. Gereja ini terkadang mengundang pendeta dari Indonesia untuk pelayanan peribadatan khusus untuk umat Katholik Indonesia. di seberang gereja tersebut, ada sebuah bangunan yang sering digunakan kegiatan peribadatan umat muslim yang ada di Philadelphia. Lumayan besar. Tapi sering mengalami masalah jika Ied al-Fithri dan Ied Al-Adlha; meski berjejal-jejalan, kadang bangunan ini tidak muat menampung jamaahnya. Adalah Gereja Saint Thomas Aquinas, yang senang hari meminjamkan tempatnya untuk dipergunakan jamaah muslim Indonesia kapan saja, termasuk menampung jamaah shalat Ied Al-Fithri dan Ied Al-Adlha. Jadi, ketika kita beribadah menyembah Gusti Allah, lokasinya berada di tempat orang-orang melakukan kebaktian kepada Bunda Maria.
Bangunan ini, pada tahun 2008 berdiri dan disahkan bernama: Masjid Al-Falah. Inilah bangunan masjid kedua di Amerika Serikat setelah Masjid Al-Hikmah di New York. Sebelum masjid ini berdiri, Jemaat Gereja Saint Thomas Aquinas membuka pintunya lebar-lebar untuk dipergunakan Komunitas Indonesia yang ingin mengadakan halaqah keilmuan Islam atau sekadar melakukan tarawih saat malam Ramadlan.
Di Philadelphia juga, ada masjid dan paseban (mereka menggunakan istilah mazar) yang pada tahun 1973 diberi nama Bawa Muhaiyadden Fellowship, letaknya di 5820 Overbrook Avenue, Philadelphia. Pendirinya adalah Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen. Orang Tamil memberinya gelar Bawangal, para pemuja tarekat menyebutnya Syaikh, ada pula yang menamainya Swami, Guru, bahkan His Holiness. Rekaman dzikir yang direkam Folkways Records diberi judul: Into the Secret of Heart by Guru Bawa Muhaiyaddee.
Pada tahun 1986 Sang Guru Bawa meninggal dan dimakamkan di paseban-nya. Sampai sekarang makam beliau masih ramai dikunjungi orang-orang untuk berziarah, tahlilan, dan tawasul kepada beliau. Bukan hanya pengunjung Islam, bahkan ada yang dari Kristen, Katholik, sampai Yahudi.
Kenapa beliau mendapat tempat dari semua pemeluk agama? Itu karena semasa hidup Syaikh Bawaa Raheem mengajak siapa pun, tak pandang kepercayaan dan agama apa, untuk berdzikir di komplek paseban yang didirikan untuknya, dengan kaifiyah yang dia dedikasikan sesuai silsilah thoriqoh-nya dengan Qodiriyah dirian Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany, yang beliau amalkan setiap harinya, tak pernah mengajak masuk Islam, atau harus masuk Islam dulu untuk berdzikir bersama dirinya.
Kalau Yahya Cholil Staquf bilang: “Seolah-olah Syaikh Bawa berkata: ‘POKOKNYA KITA BERDZIKIR SAJA. APAPUN AGAMAMU, KITA MENGESAKAN TUHAN YANG SAMA’.”
KAFIR
Kafir, dalam penjelasan QS. Al-Kafirun, memang berarti orang yang menyekutukan Gusti Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad. Namun surat tersebut turun ketika Kanjeng Nabi didatangi kafir Quraisy seperti Al-Walid ibn Mughiroh, dan Al-‘Ash ibn Wail yang membujuknya untuk tidak mendakwahkan Islam dengan iming-iming harta, tahta dan wanita. Ayat ini turun untuk mempertegas umat muslim agar sesekali tidak mentolelir urusan keimanan dan peribadatan hanya demi materi. Itu saja. Selesai. Tidak ada yang lain.
Apakah hanya kafir dengan definisi itu Al-Quran menjelaskannya? Ternyata bukan. Ternyata ada kafir yang berarti tidak mensyukuri nikmat Gusti Allah yang telah dianugerahkan kepadanya (QS. 14: 7).
Sebaiknya posisi Al-Quran tentang definisi Kafir perlu diperpanjang, meskipun mulanya berarti menutup, ternyata kalimat kafir memiliki aneka arti sesuai dengan kalimat dan konteks ayat masing-masing. Seperti ketika kita memiliki banyak harta dan dzolim membelanjakannya, menurut QS. 14: 7 jelas sekali kita kafir.