Buku Catatan Hitam Hizbut Tahrir yang ditulis Mohammad Nuruzzaman dibedah di ISKA Center (Ikatan Sarjana Katolik) di kawasan Roxy, Jakarta . Acara yang berlangsung Jumat, 6 Juli 2018 lalu ini diselenggarakan ISKA DPD Jabodetabek dan GP Ansor Cabang Jakarta Barat, dengan menghadirkan penulisnya sendiri Mohammad Nurzzaman dan pembahas Achmad Budi Prayoga (Kuasa Hukum Pemerintah dalam gugatan HTI) dan dimoderatori oleh Eka Wenats Wuryanta.
Pada pembuka awal, Nurzzaman menjelaskan latar belakang penulisan buku ini. Aktivis GP Ansor itu tergerak untuk membuat buku yang sederhana, mudah dibaca orang banyak untuk menjelaskan bahaya dari Hizbut Tahrir. Gerakan Hizbut Tahrir ini sudah dilarang di banyak negara Timur Tengah, tetapi justru di Indonesia melenggang bebas. Buku ini ditulis jauh sebelum ada pelarangan HTI dari pemerintah.
Lewat penulisan buku ini, Nurzzaman berharap publik bisa paham mengapa Hizbut Tahrir perlu dilarang. Pembicara lain, Achmad Budi Prayoga, dalam paparannya lebih menjelaskan bagaimana UU Ormas dapat membubarkan HTI.
“Sebelumnya UU ini sudah mengatur substansi pelanggaran ormas sehingga bisa dibubarkan. Perpu itu hanya menambahkan mekanisme pembubaran,”ujar Achmad.
HTI dalam kegiatan-kegiatannya sudah jelas melanggar ketentuan di UU Ormas, seperti hendak mewujudkan khilafah yang menisbikan bentuk negara.
Diskusi yang diikuti kurang lebih 50 orang dari anggota ISKA maupun Ansor ini, berlangsung hangat ketika sesi tanya jawab. Pertanyaan seputar sejarah Hizbut Tahrir dan Islam Nusantara mewarnai forum ini.
Terungkap beberapa fakta pun mengemuka dalam diskusi tersebut. Perihal bagaimana Hizbut Tahrir jelas hendak mengganti bentuk negara, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Termasuk, di antaranya, adalah upaya merebut kekuasaan tidak melalui pemilu, bahkan ada indikasi, dalam penelitian tersebut, melalui jalur kudeta.