Bepergian adalah salah satu kegiatan yang hampir tidak bisa dihindari oleh semua orang, baik bepergian jarak dekat ataupun jarak jauh yang memerlukan waktu berhari-hari. Bepergian kadang kala dilakukan untuk kegiatan ibadah, sosial, maupun kerja.
Dewasa ini, sering sekali pihak sekolah, organisasi, perusahaan dan berbagai instansi lainnya mengadakan studi tour, camping trevelling ke berbagai macam daerah yang memerlukan waktu berhari-hari dalam perjalanan. Dalam Islam konon ada larangan bagi wanita untuk bepergian tanpa mahram, lalu bagaimana menanggapi kasus di atas.
Pada dasarnya hukum wanita bepergian beramai-ramai seperti study tour, camping, dan bepergian lainnya tanpa disertai mahram adalah boleh atau mubah, Islam hanya melarang umatnya melakukan pergaulan bebas.
Dulu, ketika Rasulullah melakukan bepergian lewat laut untuk peperangan beliau selalu mendapatkan pedampingan dari sahabat, sahabat yang dimaksud tidak hanya dari kalangan lelaki tetapi juga dari kalangan wanita yang berani dan merelakan nyawanya untuk melindungi Rasulullah Saw, tugas wanita ketika itu adalah membantu logistik dan medis saat berperang.
Benar, dalam hadis shahih yang sangat masyhur di kalangan ahli hadis dan fikih disebutkan, Rasullullah Saw pernah melarang wanita untuk bepergian di atas tiga hari tanpa disetai mahram.
لا تسافر المرأة ثلاثة أيام إلا مع ذي محرم
“Tidaklah diperbolehkan bagi wanita untuk bepergian di atas tiga hari kecuali disertai mahramnya.”
Hadis ini oleh sebagian kalangan muslim dijadikan dasar pelarangan bagi wanita untuk bepergian lebih dari tiga hari tanpa mahram. Namun bagi sebagian kalangan muslim lainnya seperti Yusuf al-Qaradhawi menuturkan hadis tersebut tidak dapat dipahami secara lafzhi (tekstual) melainkan dengan mempertimbangkan illat (alasan) pelarangannya.
Adapun alasan pelarangan tersebut adalah tidak adanya jaminan keamaan dan dikhawatirkan terjadinya fitnah pada saat perjalanan itu dilakukan, hal itu mungkin saja terjadi karena ketika itu seseorang yang ingin bepergian jauh maka dia harus melewati gurun pasir, kebun kurma yang luas sehingga kemungkinan hal yang tidak diinginkan terjadi bila tidak ditemani mahram.
Dengan demikian maka dapat dipahami, larangan bepergian bagi perempuan tidaklah bersifat mutlak tanpa alasan illat, dan perlu diketahui suatu hukum sangat bergantung kepada illatnya, bila illat itu tidak ada maka hukumnya juga terhapus atau tidak berlaku.
Dalam hal ini bila wanita bepergian bersama-sama dengan temannya yang lain, yang dapat menghilangkan illat larangan tersebut, maka ketika itu agama tidak melarangnya.
Menurut M. Quraish Shihab, bepergian ke luar negeri pun demikian halnya, saat ini banyak ulama yang membolehkan kepergian wanita tanpa mahram untuk melakukan ibadah haji selama adanya wanita-wanita lain yang terpercaya bersamanya. Bahkan sebagian ulama membenarkan walau yang menemaninya hanya seorang wanita yang terpercaya, ataupun tanpa ada wanita yang menyertainya selama illat atau alasan pelarangan, kekhawatiran-kekahwatiran di atas tidak ada.
Dengan demikian, bepergian study tour, piknik, riset dan semacamnya bersama orang-orang terpercaya dapat saja dilakukan oleh wanita walau tanpa disertai mahramnya.