Saya kira tidak pernah dalam sejarah negeri ini, seorang Presiden Republik Indonesia yang punya perhatian begitu besar kepada kalangan muslim, sebesar yang dilakukan Presiden Jokowi.
Sejak naik di tampuk kekuasaan tertinggi di bulan Oktober 2014, hampir setiap pekan waktunya diisi dengan kunjungan ke pesantren-pesantren, bertemu tokoh Islam, mengarahkan anggaran negara untuk membangun rumah susun santri, menggelar festival, menggamit donatur untuk mendirikan Bank Wakaf di pesantren, dan tak bosan-bosan menyerukan kedamaian dan ajakan keselamatan seperti yang terkandung dalam doa yang paling sering diucapkan seorang muslim di muka bumi: Assalamu’alaikum. Dan lain-lain, semenjak dulu.
Di luar negeri, Presiden Jokowi dengan jelas dan tegas menunjukkan keberpihakan kepada rakyat Palestina. “Dalam setiap helaan napas diplomasi Indonesia, di situ terdapat keberpihakan terhadap Palestina,” katanya suatu ketika.
Ia juga aktif memberi perhatian kepada keluarga-keluarga muslim yang terusir dari Rakhine State di Myanmar yang ditunjukkannya dengan mengarahkan bantuan, bahkan datang langsung ke pusat penampungan warga Rohingya di Cox’s Bazar di Bangladesh. Ia terbang ke Afghanistan dan mendarat di Kabul saat udara kota itu masih beraroma mesiu dan baru saja dihentak ledakan bom bunuh diri yang memakan banyak korban jiwa.
Tahun ini, Jokowi berada di daftar The Muslim 500, daftar 500 tokoh muslim berpengaruh di dunia yang dirilis oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre di Amman, Jordania. The Muslim 500 disusun setelah melakukan riset yang digabungkan dengan opini publik dan pendapat para ahli. Dari Indonesia ada empat tokoh yang masuk di daftar itu yakni Presiden Jokowi di peringkat 16, Ketum PBNU Said Aqil Siradj di peringkat 22, Habib Luthfi bin Yahya di peringkat 41, serta mantan Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Tapi di dalam negeri sekelompok orang tetap berusaha menyapihnya dari Islam, ia diletakkan sebagai bukan bagian dari umat Islam. Dan kita tentu tahu asal-muasalnya: ia menjadi walikota, gubernur, dan presiden karena diusung PDI Perjuangan — kendati saat pertama menjadi walikota ia diusung PDIP bersama PKS.
Terhadap itu semua, Jokowi sendiri terlihat santai, ia sama sekali tak terlihat gusar oleh posisinya yang senantiasa diletakkan jauh di luar kelompok yang menyebut diri sebagai wakil umat di Nusantara ini. Bagaimana pun, ia adalah Presiden di negara demokrasi dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sedikitnya 210 juta dari 260 juta rakyatnya beragama Islam — setidaknya tercantum di kolom agama kartu keluarga.
Hari ini di Bogor, Presiden Jokowi berkumpul dengan 100 tokoh ulama dan cendekiawan muslim dunia, dalam sebuah pertemuan konsultasi tentang Islam Wasathiyah — Islam sebagai jalan tengah. Din Syamsuddin menggambarkan Islam Wasathiyah ini sebagai wawasan keislaman yang menegakkan keseimbangan yang penuh dengan toleransi. “Islam yang mengambil jalan tengah, cenderung untuk menyelesaikan masalah dengan kompromi dengan musyawarah, tidak main ‘pokoknya’, apalagi mengkafirkan pihak lain,” kata Din Syamsuddin.
Anda lihat foto ilustrasi? Presiden Jokowi begitu nyaman dan terlihat damai, berjalan beriringan di antara kerimbunan Kebun Raya Bogor diapit Imam Besar Masjidilharam, Saleh Abdullah M Bin Himeid, dan Imam Besar Al-Azhar Ahmad Muhammad Ath-Thayeb.
*) Tomi Lebang