Dunia islam pekan ini diisi oleh konflik yang kembali meletus di jalur Gaza, Palestina. Hal ini terjadi lantaran vandalisme tentara Israel terhadap protes yang dilakukan warga Palestina dalam pawai tahunan di Gaza (7/4).
Pawai Akbar Kepulangan, begitulah tajuk pawai tersebut dan menuntut Israel mengambalikan hak mereka untuk kembali pulang. Pulang ke tanah leluhur mereka di Palestina yang diambil alih Israel. Tak tanggung-tanggung, ratusan orang terluka dan beberapa meninggal dunia, termasuk jurnalis yang meliput peristiwa itu.
Jurnalis itu bernama Yasser Murtaja (30 th). Murtaja sendiri adalah seorang videografer dari Media Ain, Pelestina. Media ini merupakan media televisi lokal. Ia berada di sana untuk meliput aksi massa yang memang eskalasasinya meningkat sepekan terakhir.
Dalam sebuah foto yang beredar. tampak Marja terbaring luka dan dibawa dalam tandu. Ia terluka di bagian perut karena peluru tajam. Meskipun ia memakai rompi bertuliskan PRESS, Marja tetap saja terkena tembakan.
Murtaja pun tidak terselamatkan dan menghembuskan nafas terakhirnya di sana. Romping pelindung berwarna biru tua pun menjadi saksi peluru tajam yang menembus tubuhnya.
Salah seorang saksi, Ashraf Abu Amra menuturkan, saat itu ia dan Marja berada di garis yang biasanya digunakan untuk wartawan. Tentu saja garis itu harusnya aman. Dalam perang, wartawan dan petugas medis biasanya terjaga dari garis ini.
“Kami mengambil gambar para pemuda yang membakar ban mobil. Kira-kira kami berada sekitar 250 meter dari pagar (pembatas aman,” tuturnya seperti dikutip dari Reuters.
Lalu pasukan Israel datang, tambahnya, dan melepaskan tembakan. Kami berlari hendak memfilkan kejadian itu, lalu tiba-tiba Yaser jatuh.
“Saya teriak, kamu tidak apa-apa, Yaser. Dia terdiam dan hanya ada darah mengalir dari tubuhnya,” jelasnya.
Selain Yasir Murtja, ada tiga jurnalis lain yang juga menjadi kebutralan tentara Israel. Sampai berita ini ditulis, pihak Isreal masih belum memberikan konfirmasi terkait kejadian ini dan ini menimbulkan desakan dari pelbagai pihak untuk segera mengakhiri konflik di jalur Gaza ini.
Seorang jurnalis tewas dalam sebuah aksi protes damai merupakan sebuah tamparan keras bagi proses perdamaian Palestina-Isreal. Selain itu, harusnya kian mendorong dunia islam untuk terus berperan dalam konflik yang seakan tak berkesudahan di wilayah ini.
Selain itu, dunia islam pekan ini juga diisi oleh teguran dari PBB tentang kondisi termutakhir warga Rohingnya yang kini berada di Bangladesh. Menurut PBB, Myanmar tidak serius melakukan reptriasi warga Rohingya.
PBB menilai, Myanmar terkesan enggan mengurus hal ini dan membiarkan saja keadaan Rohingya.“Dari yang saya lihat dan dengar, tidak ada layanan kesehatan, kekhawatiran akan perlindungan, keberlanjutan pengusiran dan upaya kemungkinan untuk membawa mereka kembali ke Myanmar,” tutur Ursula Mueller, Wakil Sekretaris Jenderal PBB.
Ursula Mueller yang merupakan wakil PBB urusan kemanusiaan ini juga menegaskan kembali untuk Myanmar untuk berkomitmen pada warga mereka yang terusir ke Bangladesh ini. Ia juga mengingatkan kembali perjanjian repatriasi pengungsi Rohingnya yang telah disepakati antara Bangladesh dan Myanmar.
Mueller sendiri mengunjungi Myanmar selama 6 hari dan diperbolehkan mengunjungi daerah paling mengerikan terdampak konflik itu, seperti di daerah Rakhine bagian selatan. Daerah ini pula yang dianggap paling berbahaya.
Di sana Mueller juga berjumpa dengan banyak orang dan berbincang dengan mereka. Ia juga berbicara dengan para jenderal, serta Aung San Suu Kyi, pemimpin kharismatik Myanmar.
“Saya minta pejabat Myanmar mengakhiri kekerasan dan pulangkan pengungsi dari Cox’s Bazar (Bangladesh) dengan sukarela dengan cara yang baik pula,” tambahnya.
Ribuan kilometer dari Myanmar, tepatnya di Amerika Serikat, pendiri facebook disidang parlemen terkait Cambridge Analytica dan kebocoran data. Salah satu hal menarik dari sana, yakni tudingan bahwa facebook turut bersalah dalam ujaran kebencian di Myanmar.
Ya, kamu tidak salah dengar. Facebook dituding menjadi salah satu penyebab maraknya ujaran kebencian di Myanmar. Efek paling kelihatan tentu saja bisa dilihat dari kasus Rohignya. Publik pun mendesak Mark Facebook bertanggung jawab.
Mark Zuckerberg pun akhirnya buka suara terkait desakan publik internasional. Bahkan, ia berjanji akan mengatasi ujaran kebencian yang marak di negara tersebut. Ia bahkan menyebut di Myanmar merupakan peristiwa tragis.
“Apa yang terjadi di Myanmar (Rohingya dll) adalah tragedi dan kami perlu bertindak lebih banyak,” ujarnya.
Mark berjanji akan menyelesaikan perkara ini dan karena sistem kecerdasan buatan Facebook belum bisa, maka ia akan memperbanyak orang lokal untuk mengatasi ini.
Meskipun begitu, facebook memiliki masalah di urusan bahasa di Myanmar. Untuk itulah, menurutnya Mark, facebook akan memperbanyak karyawan yang memahami bahasa Burma guna dijadikan pemantau untuk menghapus konten buruk itu.
“Sulit sekali melakukanya tanpa menggandeng lokal dan bisa bicara bahasa Burma. Kami perlu menambah daya kami di sana,” tambahnya.
Persekusi dan pengusiran di Rohingya sendiri diklaim banyak menggunakan media sosial. Facebook tentu saja memiliki peranan penting untuk menyebarluaskan isu hoaks dan ujaran kebencian terhadap warga di Rakhine. Pjabat PBB menyebut facebook dijadikan alat proganda untuk genosida anti-Rohingya dan terbukti efektif untuk menggalang kebencian.
Di Indonesia, terjadi geger yang juga cukup memekakan telinga. Setelah blunder puisi Sukmawati pekan lalu, kini hal serupa juga terjadi kembali dan kali ini pelakunya adalah Rocky Gerung.
Pengamat politik alumnus Filsafat UI, Rocky Gerung membuat kontroversi dengan menyebut bahwa kitab suci adalah fiksi belaka. Hal itu ia utarakan dalam Indonesia Lawyer Club (ILC) semalam di(10/4) dan memicu perdebatan.
“Kitab suci itu fiksi, karena belum selesai,” jelasnya.
Sontak, hal ini pun memicu kontroversi publik. Apa pasal? Rocky oleh sebagian pihak dianggap melakukan hal serupa seperti yang pernah dialami Ahok: penistaan agama.
Tapi, tunggu dulu, apakah benar Rocky Gerung melakukan penistaan agama seperti halnya Ahok dan harus masuk penjara seperti mantan Gubernur DKI itu?
Bagi Mahfud Md, kitab itu fiksi hanyalah pendapat pribadi Rocky Gerung belaka. Tidak perlu dibesar-besarkan.
“Saya meyakini kitab suci adalah wahyu Tuhan yang ditanamkan di hati dan dipatrikan di otak orang yang beriman,” tutur Mahfud.
Tentu saja kita tidak ingin Rocky mengalami hal sama seperti Ahok dan didemo berkali-kali. Apalagi pasal hukum penodaan agama di kita terkenal sebagai pasal karet dan berpotensi disalahgunakan, bukan?
Jadi, apakah Rocky Gerung bersalah bilang kitab suci itu fiksi? Tentu saja dan kita bisa mendebatnya. Tapi melaporkan ke polisi, kita patut menolaknya dengan tegas.
Dalam islam kita kenal dengan istilah tabayyun atau klarifikasi. Hal senada juga harus kita hadapkan kepada Rocky Gerung ini. Apalagi, kita memasuki musim politik. Sebagai muslim seharusnya kita lebih jernih melihat ini biar tidak salah dalam bersikap.