Nabi Ayyub adalah putra Nabi Yusuf. Ia hidup bahagia bersama istri dan kesepuluh anaknya. Bekerja mengolah sawah, kebun dan memiliki harta yang cukup. Sampai suatu hari Allah menunjuk dirinya sebagai Nabi Allah.
Meskipun kehidupannya makmur, Nabi Ayyub tak sombong diri. Ia mengajarkan kepada anak-anaknya tentang sedekah. Memberikan makanan kepada kaum miskin yang membutuhkan. Kedermawanan dan kebaikannya ini yang membuatnya dicintai penduduk Hawran.
Keimanan dan ketaqwaan Nabi Ayyub membuat jengkel serta dendam untuk setan. Nabi Ayyub menginginkan kaumnya dan mengajak ke jalan Allah. Sedangkan setan sebaliknya, menginginkan mereka mengikuti jalan keburukan. Maka sedikit demi sedikit, setan mempengaruhi penduduk dan mengatakan bahwa keimanan Ayyub sebatas hartanya. Jika ia jatuh miskin, maka ia akan menyimpang dari jalan Allah.
Allah ingin menunjukkan kepada penduduk Hawran akan keimanan, kebaikan dan kesabaran Nabi Ayyub. Maka Allah mengujinya dengan mengambil harta yang dimiliki oleh Nabi Ayyub. Para pengembala, petani maupun tukang kebunnya dibunuh oleh orang-orang jahat. Ladang secara otomatis tidak ada yang mengolah.
Tidak hanya itu, suatu sore awan hitam meliputi langit dan suara gemuruh terdengar keras. Seorang budak Nabi Ayyub tergesa-gesa mendatanginya. Pakaian dan tubuhnya terbakar dan budak itu mengatakan bahwasannya tempat pengembalaannya terbakar. Tidak ada yang tersisa, semuanya hangus.
Nabi Ayyub mengerti bahwa Allah sedang mengujinya. Oleh sebab itu, ia hanya pasrah dan berserah diri kepada Allah. Benar saja, meskipun setan mencoba merayu dan menjerumuskan Nabi Ayyub pada jalannya, tetap saja Nabi Ayyub bersabar dan tetap beriman kepada Allah.
Tak hanya harta, Allah juga menguji Nabi Ayyub dengan kehilangan orang yang disayang. Ketujuh putra dan ketiga putrinya dipanggil oleh Allah. Bahkan ia dan istrinya yang sudah berusia lanjut, diuji dengan sakit yang menghinggapi.
Setan kembali datang dan membujuk warga Hawran. Setan mengatakan bahwasannya Nabi Ayyub telah melakukan dosa besar. Maka dari itu kata setan, Allah mengutuknya dan menjadikan sumber penyakit dan malapetaka. Mereka (para penduduk) harus mengusir dari tanahnya. Mereka termakan bujukan setan dan mengusir Nabi Ayyub.
Nabi Ayyub berdoa kepada Allah dan memasrahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Kesabaran dan keteguhan hati Nabi Ayyub tidak diragukan lagi. Ketika banyak yang mengolok-ngoloknya, hanya dijawabnya dengan kesabaran. Rahma istrinya, dengan setia mendampinginya meski teramat sedih ketika kehilangan putra dan putrinya.
Allah mengutus malaikat agar menyampaikan kabar baik kepada Nabi Ayyub. Saat itu, istrinya sedang mencarikan roti untuk makan. Tempat dimana Nabi Ayyub berdiri, tiba-tiba terpancar cahaya yang indah. Malaikat menyampaikan salam dari Allah dan berkata, “Aku telah menerima doa-doamu. Aku akan memberikan pahala kepadamu atas kebenaranmu. Ayyub, hentakkanlah kakimu ke tanah. Basuhlah tubuhmu di mata air yang suci.”
Ketika malaikat pergi, hilang pula sinar keindahan dari tempat itu. Nabi Ayyub segera melaksanakan apa yang telah diperintah Allah melalui malaikat-Nya. Ia hentakkan kakinya dan terpancarlah air suci dari bawah kakinya. Ia minum air tersebut dan segera ia melepas pakaiannya serta mandi. Segala penyakit yang menempel di tubuhnya hilang. Ia pun juga kembali seperti seorang pemuda yang bersinar.
Rahma seketika pulang dari mencari roti, ia terkejut tak melihat suaminya. Ia hanya melihat sosok yang berseri-seri. Ya, sebenarnya dia itu adalah Nabi Ayyub. Meski ragu namun akhirnya Rahma percaya dan segera melakukan apa yang dilakukan suaminya. Perubahan juga terjadi pada diri Rahma.
Air suci itu juga mengalir ke tanah dan mengaliri makam anak-anak Nabi Ayyub. Anak-anak yang sudah meninggal, kembali hidup atas izin Allah. Segala sesuatunya kembali di saat seperti kemakmuran Nabi Ayyub. Buah kesabaran dan keimanan atas apa yang dilakukan oleh Nabi Ayyub. Itulah kuasa Allah yang tak bisa dipungkiri adanya.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang maha Penyayang di antara semua yang penyayang.” Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya dan yang seperti mereka bersama mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Q.S. Al-Anbiya: 83-84). []
* Diceritakan ulang dari buku “The Greatest Stories of Al-Qur’an” karya Syekh Kamal As Sayyid