Terdapat beberapa perempuan yang disebutkan Allah Swt dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun, raja di masa Nabi Musa As. Allah Swt menyebutkan kisahnya dalam QS at-Tahrim ayat 11:
وَضَرَبَ اللهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.
Allah Swt menjadikan Asiyah perumpamaan bagi orang-orang beriman, bahwasanya hubungan antara mukmin dan kafir tidaklah membahayakan keimanan seseorang selama ia bisa menjaganya. Kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an tentu saja dilatarbelakangi peristiwa luar biasa. Lalu siapakah Asiyah? Bagaimana kisahnya menghadapi Fir’aun?
Asiyah binti Muzahim adalah perempuan Bani Israil keturunan para nabi. Ia sangat menyayangi orang-orang miskin, ia juga sering bersedekah kepada mereka. Dalam Tafsir Muroh Labid disebutkan bahwa Asiyah binti Muzahim mulai beriman setelah mengetahui kisah Nabi Musa As yang mampu mengalahkan para tukang sihir. Rupanya Allah Swt telah menumbuhkan benih-benih iman dalam hatinya melalui keinginannya mengambil dan mengasuh Nabi Musa As yang dihanyutkan di sungai.
Ketika itu Asiyah memohon kepada Fir’aun untuk tidak membunuh bayi mungil tersebut, bahkan ia juga meminta untuk menjadikannya anak angkat. Asiyah berkata “Ia bisa menyenangkan hatiku dan hatimu, maka janganlah kau membunuhnya, karena bayi ini berasal dari negeri lain, bukan Bani Israil. Semoga ia bisa bermanfaat bagi kita”. Maka Fir’aun pun mengabulkannya.
Saat Nabi Musa As mengalahkan para tukang sihir, yakinlah ia bahwa ada zat yang menciptakan dan mengatur umat manusia. Bukan suaminya yang mengaku mampu menghidupkan dan mematikan manusia.
Asiyah pun beriman kepada Allah secara diam-diam, namun lama kelamaan suaminya mengetahui keimanannya. Tetapi bukannya goyah, keimanan Asiyah justru semakin kuat. Ia lebih memilih disiksa oleh suaminya dari pada harus mengakui bahwa suaminya adalah tuhan.
Fir’aun pun marah besar, ia memerintahkan para algojo untuk menyiksa istrinya. Tubuh Asiyah dibaringkan di atas gurun di bawah terik matahari. Kedua tangannya diikat kuat ke tiang-tiang yang dipatok ke tanah agar ia tak mampu bergerak. Fir’aun berfikir, istrinya tak akan sanggup menghadapi siksaan darinya sehingga mau mengubah keimanannya.
Namun Allah Swt tak membiarkan hamba-Nya dalam kesulitan. Setiap kali algojo meninggalkan Asiyah, para malaikat segera menutup sinar matahari itu sehingga tempatnya menjadi teduh.
Suatu hari Firaun keluar dan bertanya pada rakyatnya, apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahim? Orang-orang pun memuji kebaikannya, Fir’aun kemudian berkata “Sesungguhnya ia menyembah tuhan selainku”. Mereka menjawab “Kalau begitu bunuhlah dia”. Maka Fir’aun pun mendirikan pasak-pasak dari besi dan mengikat kedua tangan dan kaki istrinya. Setelah itu, Asiyah disiksa di bawah terik matahari gurun pasir.
Di tengah siksaan yang dilimpahkan kepadanya, Asiyah berdoa “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.
Maka Allah Swt mengabulkan doanya, diperlihatkanlah rumah dari mutiara putih untuknya di surga kelak. Melihat hal tersebut, Asiyah pun tertawa. Fir’aun heran terhadap tingkah istrinya dan berkata “Apa kalian tidak heran dengan kegilaannya? Kami menyiksanya tetapi ia malah tertawa”.
Lalu Allah Swt mencabut nyawa Asiyah saat tubuhnya dibaringkan di atas padang pasir sehingga ia tidak merasakan rasa sakit dari siksaan raja yang zalim tersebut.