JAKARTA, Modernisme memberikan dampak yang luar biasa hampir ke seluruh tradisi keilmuan. Tak terkecuali tradisi keilmuan yang berkembang di kalangan Islam. Dengan justifikasi bahwa sebuah ilmu dianggap ilmiah jika bisa dijelaskan secara rasional, maka apapun yang dianggap irrasional tidak bisa diterima. Dan, mistisisme menjadi satu-satunya tradisi keilmuan Islam yang mendapat serangan hebat ini. Sebab, ada tudingan bahwa pengetahuan mistis tidak bisa dijelaskan secara logis. Ia terlalu abstrak. Benarkah demikian?
Haidar Bagir melalui buku Epistimologi Tasawuf menjelaskan bahwa pengetahuan mistis bisa dijelaskan secara filosofis-rasional sehingga bisa menjadi sumber pengetahuan yang ilmiah. Dengan begitu, Haidar Bagir menjawab golongan-golongan yang beranggapan bahwa pengalaman mistis tidak bisa dipahami secara logis dan rasional. Tasawuf ini pula yang diyakininya sebagai wajah Islam yang lebih tepat ditampilkan dalam penyelesaian isu-isu sosial bangsa ini.
Dalam Epistimologi Tasawuf itu, Haidar juga mencoba menyatukan hal-hal yang berserakan kemudian menjadikannya sebuah karya yang sangat layak untuk dijadikan referensi, dikaji serta didiskusikan, buku ini juga merupakan hasil dari penelitian doktoralnya. Ia mengisi peran sebagai pengkaji tasawuf sebagaimana kecenderungannya terhadap isu-isu yang berkembang di dunia, serta kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat.
Bagi Komaruddin Hidayat, buku Epistimologi Tasawuf sangat membantu menjelaskan hubungan tasawuf dan filsafat secara ilmiah. Sedangkan Mulyadhi Kartanegara, Doktor Filsafat, lulusan Universitas Chicago, AS, menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh Haidar Bagir lewat Epistimologi Tasawuf adalah sebuah studi yang brilian dan berani, karena bukan saja menjelaskan secara filosofis pengalaman mistis, namun juga menawarkannya sebagai sumber sah ilmu pengetahuan.
Epistimologi Tasawuf ini dipersembahkan untuk para peminat studi filsafat dan tasawuf, serta para pembelajar yang ingin menggali lebih dalam khazanah pemikiran keislaman, juga untuk menambah referensi buku-buku tasawuf yang sudah ada, mengingat buku-buku yang membahas tentang tasawuf secara filosofis masih sangat jarang ditulis dan diterbitkan
Dalam kesempatan ini, Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra Jakarta bekerja sama dengan Penerbit Mizan untuk mengadakan Diskusi Buku “Epistemologi Tasawuf” yang akan dilaksanakan pada hari Rabu, 2 Agustus 2017, pukul 9.30 – 12.00 WIB bertempat di Auditorium Al-Mustafa STFI Sadra.
Dr. Kholid Al-Walid, ketua STFI Sadra yang juga didapuk menjadi narasumber acara ini mengatakan bahwa diskusi seperti ini seharusnya digalakkan dan dipopulerkan mengingat saat ini masyarakat kita sangat membutuhkan diskusi-diskusi ilmiah yang memberikan pencerahan, karena kecenderungan yang terjadi belakangan ini adalah kedangkalan pemikiran. Umumnya penyampaian keagamaan yang lebih bersifat doktrinal.
Diskusi ini akan menjadi sangat strategis untuk membuka kembali pemikiran-pemikiran keislaman masyarakat Indonesia, dan menyadarkan kekayaan khazanah Islam. Islam tidak dipahami secara literal seperti Al-Qur’an dan hadits, tetapi ada khazanah ilmiah yang bisa ditunjukkan bahwa peradaban Islam sangat luar biasa.
Selain Kholid Al-Walid, Haidar Bagir, penulis buku Epistimologi Tasawuf, juga hadir menjadi pembicara pada acara diskusi yang akan dihadiri oleh akademisi, peneliti, dosen, mahasiswa dan umum ini. (UN/Riset STFI Sadra)