Di antara hal-ihwal yang membuat saya bingung sampai hari ini adalah adanya orang-orang yang senantiasa heroik memaksakan kehendak terhadap orang lain.
Mengapa banyak orang sedemikian berhasrat memaksakan kehendaknya? Hendak ambil keuntungan macam apa?
Ekonomi? Kedudukan? Status sosial? Gengsi intelektual? Merebut pengikut atau umat?
Mereka berteriak menjajakan pemahaman agama misalnya, sesuai dengan aliran mereka dengan setengah memaksa kepada orang lain. Sedemikian berambisi agar pemahaman agama mereka itu diikuti orang lain. Mereka dapat keuntungan apa?
Dengan ilmu agama yang tidak saja pas-pasan, tapi bahkan compang-camping dan serong ke mana-mana, mereka menghukumi ini dan itu dengan tanpa landasan pemahaman agama yang memadai. Dan tidak tanggung-tanggung, mereka berbicara dengan penuh percaya diri.
Sedangkan orang yang paling alim di seluruh alam raya, orang yang paling berjasa untuk semesta, orang yang paling belas kasih pada sesama, orang yang paling memikirkan keselamatan umat manusia, yaitu Nabi Muhammad Saw, oleh Allah Ta’ala beliau diingatkan:
“Apakah engkau (wahai Muhammad) akan memaksa manusia sehingga mereka semua menjadi orang-orang beriman?” (QS. Yunus: 99).
Mestinya, kita hanya “sekedar” menjajakan kepada sesama nilai-nilai keindahan dan keagungan Islam. Baik dengan kata-kata maupun terutama dengan perilaku-perilaku nyata. Perihal hidayah, Allah Ta’ala semata yang menggenggamnya.
Mestinya, dalam menawarkan nilai-nilai keislaman itu yang kita kedepankan adalah sikap belas-kasih dan cinta sesama. Menawarkan Islam dengan manis, dengan manfaat sosial, dengan hikmah spiritual, Tawarkan Islam dengan seni. Bukan malah ancaman dengan wajah yang beringas dan caci-maki yang tidak karuan terhadap siapa pun yang tidak sealiran.