Setiap orang yang hendak berhaji biasanya akan lebih banyak mempersiapkan bekal duniawi. Mulai dari makanan, pakaian, uang, dan lain sebagainya. Namun, tahukah kamu, bahwa sebenarnya selain bekal-bekal tersebut ada bekal spiritual yang juga penting bagi orang yang hendak naik haji.
Hal ini diceritakan dua orang sufi bernama Ibrahim bin Adham dan Fatah Al-Musili terkait pertemuannya dengan seorang anak kecil yang hendak naik haji. Ibrahim bin Adham pun bercerita:
Suatu hari aku pernah berjalan bersama rombongan kafilah melewati gurun pasir. Tiba-tiba aku merasa harus segera menyalurkan hajat. Akhirnya aku menjauh sejenak dari kafilah untuk menyelesaikan urusanku.
Setelah itu aku melihat ada seorang anak kecil berjalan sendirian. Aku berkata, “Subhanallah, di tengah gurun pasir ini ada anak kecil berjalan sendirian !”
Aku mendekatinya dan memberi salam. Dia pun menjawab salamku. Kemudian aku bertanya, “Mau kemana engkau?”
Dia menjawab, “Aku ingin ke rumah Tuhanku”
“Sayangku, engkau ini masih kecil. Tidak ada kewajiban atau sunnah untukmu (untuk berhaji),” kataku.
Dia menjawab, “Wahai Syaikh, bukankah kau melihat ada seorang anak yang lebih kecil dariku telah mati?”
Aku tidak bisa berkata lagi, “Lalu mana kendaraan dan bekalmu?”
Ia menjawab, “Bekalku adalah takwaku, kendaraanku adalah kedua kakiku, dan tujuanku adalah Tuhanku.”
Aku pun terheran, lalu aku berkata “Aku tidak melihat ada makanan sedikitpun yang kau bawa.”
“Wahai Syaikh, apakah pantas jika engkau hendak memenuhi undangan seseorang ke rumahnya lalu engkau membawa makanan sendiri dari rumah?”
Dia balas bertanya. Aku menjawab, “Jelas tidak pantas.” “Yang mengundangku kerumah-Nya, Dia lah yang memberi makan dan minum untukku.” Jawabnya.
Aku pun berkata, “Bergegaslah engkau agar cepat sampai di tujuanmu.”
“Aku hanya berusaha, Dia lah yang menyampaikanku pada tujuan. Bukankah engkau pernah mendengar firman Allah swt,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ -٦٩-
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan Tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut 69)
Di tengah perbincangan itu, tiba-tiba ada seorang pemuda yang amat tampan datang dengan pakaian putih yang indah. Dia langsung memeluk anak kecil itu dan mengucapkan salam kepadanya. Aku segera mendekatinya dan bertanya, “Demi ketampanan wajahmu, siapa sebenarnya anak kecil ini?”
“Kau tidak tau siapa dia? Anak kecil ini adalah Ali bin Husain bin Ali bin Abi tholib,” Jawabnya.
Aku segera meninggalkan pemuda itu dan mendekati si anak kecil. “Aku memohon demi ayah-ayahmu, siapa pemuda tampan ini?”
“Tidak tahukah engkau, dia adalah saudaraku khidir. Dia mendatangi kami setiap hari dan mengucapkan salam untuk kami.” Jawabnya.
“Aku memohon demi ayah-ayahmu, beritahukan kepadaku bagaimana engkau melalui padang pasir tanpa membawa bekal?” Tanyaku.
“Aku membawa 4 bekal.”
“Apakah itu?” Aku kembali bertanya.
“Aku melihat dunia dan seisinya adalah kerajaan Allah. Dan aku melihat seluruh makhluk adalah hamba-hamba Allah. Seluruh sebab dan rezeki ada di tangan Allah. Dan aku melihat ketentuan Allah pasti terjadi di atas bumi-Nya.”
Kemudian aku berkata, “Sebaik-baik bekal adalah bekalmu. Dan dengan bekal itu engkau akan melalui gurun-gurun akhirat. Apalagi hanya gurun-gurun dunia ini.”
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى -١٩٧-
“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (Al-Baqarah 197)
Dari kisah di atas, kita bisa berkesimpulan bahwa orang yang hendak naik haji jangan hanya sibuk mempersiapkan bekal duniawi, tetapi juga perlu dipersiapkan bekal-bekal spiritual lain, sebagaimana bekal-bekal yang disampaikan oleh cucu Ali bin Abi Thalib di atas. Empat hal tersebut sangat penting agar kita tidak mudah pesimis dan menyerah dalam menjalankan proes rangkaian ibadah haji.
Wallahu a’lam.
(AN)