212, Wiro Sableng, dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

212, Wiro Sableng, dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

212, Wiro Sableng, dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

tter @Sarjokooo.[:id]Bagi orang seusia saya, Wiro Sableng adalah salah satu tokoh hero paling terkenal, di samping Angling Dharma, Jaka Tingkir, dan Arya Kamandanu. Dia merupakan lakon protagonis berilmu kanuragan tinggi. Tokoh ini adalah tokoh yang diciptakan oleh Bastian Tito dalam novelnya (1989), kemudian menjelma jadi tontonan di layar kaca. Pada tahun 2000-an, serial ini  biasanya tayang pada hari minggu.

Yang menjadi keunikan hero ini adalah sikapnya yang humoris, slenge’an, dan nyaris seperti orang gila. Nama ‘sableng’ itu sendiri merupakan julukan karena kesablengan tingkah pendekar bernama asli Wiro Sasono itu. Namun, di balik kegilaannya, Wiro adalah sosok yang amar ma’ruf nahi munkar, membela kebenaran dan membasmi kejahatan.

Salah satu bekal yang diterima oleh Wiro Sableng adalah senjata pamungkasnya berupa kapak. Kapak tersebut bernama kapak naga geni 212. Diceritakan, kapak itu bisa melukai hingga membunuh siapapun orang yang terkena sebab kesaktian yang luar biasa. Senjata ini menarik karena menandai lekatnya identitas “212” pada diri Wiro Sableng.

Dalam kehidupan sehari-hari, profil Wiro Sableng yang humoris dan slenge’an tapi cinta damai itu sangat dibutuhkan, utamanya dalam mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar. Sebab, sosok humoris bisa lebih dingin dalam menghadapi suatu permasalahan. Ia akan bisa bersikap lebih bijaksana dan tidak reaksioner. Selain itu, menurut beberapa penelitian, orang dengan pembawaan seperti Wiro Sableng cenderung lebih disukai lawan jenis. hehe

Misi Wiro Sableng sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kebanyakan manusia, yaitu mencari arti kehidupan. Selagi mencari, Wiro dan semua manusia pada umumnya diberi amanah untuk mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Hal ini merupakan ajaran dasar bagi manusia sebagaimana dicontohkan oleh para nabi dan da’i terdahulu. Sampai-sampai terdapat sebuah sabda ‘carilah ilmu walau di negeri China.’

Pencarian arti kehidupan ini digambarkan sebagai pengembaraan mencari guru-guru. Wiro selama hidupnya berguru pada banyak guru, di antaranya dalah Sinto Gendeng, Tua Gila, Nyi Roro Manggut, dan Kumara Gandamayana. Terkadang ia hanya mempelajari satu jurus pada satu guru. Tetapi hal itu dilakukannya karena memang si guru itulah empunya ilmu. Hal ini mengajarkan bahwa dalam menuntut ilmu, seorang murid harus berguru pada ahlinya. Penguasaan terhadap ilmu tidak bisa instan, apalagi hanya modal kuota internet.

Sesableng-sablengnya Wiro, dia sangat menghormati guru dan orang-orang yang berilmu. Beberapa kali ia ditantang berkelahi oleh teman gurunya, berkali-kali pula ia menolak. Hal ini penting dicatat oleh generasi saat ini yang sangat mudah menghujat ahlul ilm dengan cibiran dan hujatan yang tak pantas. Menghina guru, kata Ta’lim, merupakan salah satu sebab ketidakberkahan ilmu seseorang. Na’udzubillah min dzalik. Jika berbeda, sikapilah dengan bijak.

Di dunia ini, tidak ada orang yang bisa jadi ahli berbagai latar belakang keilmuan. Sekedar mengenal mungkin bisa. Bahkan Nabi saat ditanya oleh para petani di Madinah, beliau mengatakan “kalian lebih mengerti persoalan tersebut”. Oleh karenanya, ketika penulis masih di pesantren, sang kiai sering berpesan untuk berguru pada ahlinya. Biasanya kiai memberi beberapa referensi untuk dijadikan pertimbangan. Yang terpenting adalah guru tersebut memiliki rekam jejak yang baik.

Angka 212 dalam serial Wiro Sableng bukanlah angka sembarangan. Ada makna filosofis yang sangat mendalam dari angka tersebut. Di lirik soundtrack Wiro Sableng yang dinyanyikan oleh Bondan Prakoso, disebut bahwa ‘dalam diri manusia terdapat dua unsur: ingat dunia dan ingat Tuhan. Segala yang ada di dalam dunia ini, terdiri atas dua bagian yang berlainan namun merupakan pasangan. Semuanya tak dapat dipisahkan.’

Ingat dunia menuntut seseorang untuk bekerja dan berusaha. Ingat Tuhan membuat manusia tidak melupakan bahwa hakikat hidup adalah sebuah pengembaraan singkat menuju kepada-Nya. Urip iku mung mampir ngombe. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Bekerja tanpa beribadah dan atau beribadah tanpa bekerja adalah kezaliman.

Unsur-unsur perbedaan yang ada di dunia ini sebenarnya bermuara pada satu hal, yaitu Tuhan. Sehat dan sakit, hidup dan mati, baik dan buruk merupakan pemberian dari-Nya. Seorang makhluk hanya bisa memilih: berbuat baik dengan kebaikan, atau berbuat buruk dengan keburukan. Tidak mungkin berbuat baik untuk sebuah keburukan, juga tidak bisa berbuat buruk demi kebaikan. Amar ma’ruf nahi munkar dalam ajaran Islam selalu seirama dengan perbuatan yang baik demi kebaikan. Bukan amar ma’ruf yang nyambi munkar. Wallahua’lam bil as-shawaab.

Sarjoko. Penulis adalah pemimpin redaksi Buletin Santri, bisa disapa lewat akun twitter @Sarjokooo.

NB: Artikel ini hasil kerjasama islami.co