#2019GantiPresiden itu Fiksi, #2019TetapJokowi Juga Fiksi

#2019GantiPresiden itu Fiksi, #2019TetapJokowi Juga Fiksi

Gerakan #2019GantiPresiden maupun #2019TetapJokowi keduanya juga fiksi, bagaimana?

#2019GantiPresiden itu Fiksi, #2019TetapJokowi Juga Fiksi
Ilustrasi: foto 2019 ganti Presiden yang marak, gerakan ini konsolidasi di pelbagai tempat, tapi justru dianggap miskin kreativitas. Meskipun, gerakan di sisi yang lain juga tampak sama belaka. Pict by @olx

Maksud slogan #2019GANTIPRESIDEN adalah pesan kepada khalayak luas pada Pilpres 2019 agar memilih calon presiden selain Jokowi. Penyuara pesan bertagar ini menghendaki presiden Republik ini selain Jokowi pada periode 2019-2024 nanti.

Slogan #2019GANTIPRESIDEN merupakan suara lain yang dianggap memengaruhi suara dukungan kepada Jokowi sebagai capres pada Pilpres 2019. Maka deklarasi dan beredarnya slogan bertagar ini direaksi oleh pendukung capres Jokowi. Reaksi ini merupakan indikator bahwa slogan bertagar ini dianggap signifikan. Jika dianggap sepele, kenapa slogan bertagar ini direaksi?

Pesan #2019GANTIPRESIDEN bukan merupakan slogan kudeta. Kudeta adalah pengambilahan kekuasaan secara tak sah. Apakah deklarasi #2019GANTIPRESIDEN adalah tak sah? Apakah deklarasi yang menyuarakan kehendak sebagian rakyat memilih calon presiden tertentu dalam Pilpres adalah aksi kudeta? Jika deklarasi yang sah secara konstitusi ini dipandang sebagai aksi kudeta, maka yang kontra kepada aksi deklarasi ini juga logis dipandang sebagai aksi kudeta. Kenapa? Karena keduanya sama-sama menyuarakan kehendak sebagian rakyat yang sah secara konstitusi.

Sesungguhnya, slogan #2019GANTIPRESIDEN merupakan fiksi sebagaimana novel George Orwell berjudul”1984″ adalah juga fiksi. Slogan bertagar ini berada dalam ranah imajinasi seperti kisah dalam novel Orwell ini yang adalah juga imajinasi, fiksi. Slogan dan novel ini sama-sama bercakrawala politik.

Novel “1984” yang terbit pada 1949 itu mengimajinasikan suatu realitas pada 100 tahun ke depan dari titik waktu saat Orwell mulai menuliskan karya fiksi ini pada 1948. Sedangkan slogan #2019GANTIPRESIDEN dibuat pada 2018 yang mengimajinasikan presiden Republik Indonesia pada 2019 nanti bukan Jokowi.

Fiksi tak berdasarka realitas. Apakah slogan #2019GANTIPRESIDEN tak berdasarkan realitas? Ya. Sebab maksud dalam slogan ini belum ada realitasnya saat slogan ini dibuat atau disuarakan — masih berupa imajinasi. Jika yang dimaksudkan oleh slogan ini bahwa selain Jokowi adalah Prabowo, maka bukankah Prabowo adalah realitas? Ya. Tapi realitas Prabowo saat ini masih “calon presiden”. Bukan presiden. “Presiden Prabowo” masih fiksi, masih berupa imajinasi. Bukan realitas.

Apakah yang menolak slogan #2019GANTIPRESIDEN adalah menolak suatu fiksi? Slogan ini diusung melalui deklarasi massa di beberapa kota. Slogan ini menjadi fenomena massa yang menghendaki presiden selain Jokowi di Republik ini pada periode 2019-2024 nanti. Apakah fenomena ini adalah fiksi? Fenomena ini adalah realitas massa pengusung fiksi.

Pemaknaan slogan #2019GANTIPRESIDEN tergantung kepada persepsi politik yang memaknainya. Politik tak selalu berdasarkan pikiran. Faktor perasaan dalam politik merupakan sumber drama keributan. Emosi dalam politik merupakan biang kerok. Jika hanya berdasarkan pikiran, politik akan menjadi sejenis seminar yang dingin dan tertib.

Munculnya pro atau kontra akibat slogan #2019GANTIPRESIDEN sesungguhnya adalah masalah memilih atau tak memilih calon presiden Jokowi pada Pilpres 2019 nanti dan bukan upaya penggulingan Jokowi dari kursi kepresidenan. Slogan bertagar ini merupakan kontestasi politik yang wajar dalam negara demokrasi.

Tendensi dan konteks politik slogan #2019GANTIPRESIDEN merupakan kerangka utamanya. Demikian juga slogan #2019TETAPJOKOWI. Slogan bertagar ini, bagi yang pro maupun yang kontra, terkait Pilpres 2019. Bukan hanya yang pro slogan-slogan bertagar ini yang menyuarakan fiksi. Yang kontra slogan-slogan bertagar ini juga menyuarakan fiksi.

Dalam konteks Pilpres 2019, nama Jokowi adalah kontestan calon presiden. Saat ini Jokowi adalah presiden. Namun Jokowi sebagai presiden Republik ini pada periode 2019-2024 adalah fiksi, bukan realitas — masih dalam imajinasi.